Goresan Hitam

TANPA BATAS

Riak air danau Situ Patengan memecahkan keheningan saat perahu yang aku tumpangi mulai bergerak. Hamparan hijau kebun teh Rancabali disekitar danau terlihat dari kejauhan memperindah pemandangan. Suasana yang begitu tenang. Hempasan angin membelai wajahku dengan halus. Dapat aku rasakan, kesejukan yang memancar dibalik danau penuh misteri ini.

          Saat Nadya memberitahu tentang keberadaan danau ini, 5 tahun silam, aku mulai ketagihan untuk mengunjunginya. Begitupun saat kematian Nadya yang begitu misterius di danau ini. Tidak ada yang tahu penyebabnya, begitupun aku.

          Perahu mulai menjauh dari dermaga, tapi bayanganku tentang Nadya masih saja menggelayuti pikiran. Aku dapat merasakan keberadaan Nadya disampingku. Saat Nadya memaksaku untuk berfoto, saat Nadya memintaku berteriak, dan berkata aku cinta Nadya, saat aku menatap Nadya yang tengah tersenyum manis padaku. Itulah Nadya. Seorang perempuan yang mampu memporak porandakan hatiku.

          Bagiku, 2 tahun bukan waktu yang sedikit untuk menerima kenyataan bahwa Nadya tidak lagi ada di dunia ini. Aku tetap saja tidak mampu melupakannya. Bahkan menggantikan posisi Nadya dengan orang lain dihatiku. Nadya tetaplah di hatiku. Menempati singgasana tertinggiku.

          Nadya bukanlah seperti kebanyakan perempuan lain. Dia tidak suka make up, dia tidak suka sepatu ber-hak tinggi, dia tidak suka warna pink, dia juga tidak suka boneka. Tapi dia suka memperhatikan orang lain, dia peduli pada anak – anak yang tinggal di daerah kumuh. Saat perempuan lain sibuk berada di salon, dia sibuk mempersiapkan buku – buku untuk dihadiahkan kepada anak asuhnya.

          Dia istimewa bukan.

          Ya, bagiku dia sangat istimewa. Karena itulah aku tidak mampu menggabtikan posisi Nadya dengan perempuan manapun.

          Dulu, pertama kali aku mnegnalnya. Saat karnaval di kota. Dia datang dengan membawa kamera kesayangannya. Memotret parade bunga, peri – peri yang bertiarakan bunga, penonton yang sedang berdiri. Bahkan seorang pemulung yang kebetulan lewat didepannya. Saat itu aku tidak sengaja menabrak Nadya. Dia terjatuh, mengenai seorang anak kecil. aku mengulurkan tanganku, agar dia bisa berdiri dengan mudah dan minta ma’af padanya. Begitu berdiri, dia marah padaku. Dia sangat marah karena hampir saja mencelakai anak kecil. dari sudut matanya aku bisa melihat air mata itu jatuh dengan perlahan. Alasannya sangat menyentuh, karena anak yang tertimpa tubuhnya adalah seorang penderita Down Syndrome. Aku hampir saja menangis, tapi aku tahan. Karena aku laki – laki. Aku tidak mungin menangis didepan orang yneg belum aku kenal. Berkali – kali aku minta ma’af.. Sampai akhirnya Nadya pergi, berlari menjauh. Itulah awal pertemuanku dengannya.

          Pertemuan kedua berlanjut, seolah Tuhan hendak menghadirkannya untukku. Kami bertemu kembali disebuah perkumpulan siswa pecinta alam. Dan satu hal yang mengejutkanku, dia satu sekolahan denganku. Bahkan aku sendiri tidak menyadarinya. Bagaimana mungkin aku dan dia satu sekolahan tapi tidak pernah bertemu. Atau paling tidak aku pernah mendengar namanya. Ya, Tuhan memang mempunyai rahasia besar yang tidak diketahui umatNya.

          Sejak itulah awal kedekatan kami. Sampai akhirnya perasaan itu tumbuh, semakin besar dan kuat. Aku sama sekali tidak menyadarinya. Tapi aku tidak mampu mengelak, senyumnya yang sangan indah, tatapan matanya yang tajam, namun penuh kasih sayang.

          Lama – lama aku tidak dapat menahan perasaan ini. Aku masih ingat, saat itu, matahari terbenam dibalik bukit Situ Patengan. Dengan mantap dia mengatakan « ya » saat aku mengutarakan perasaanku. Aku memulai kehidupan baru itu. Menjalin kisah yang indah bersama Nadya,

          Tiga tahun berlalu tanpa terasa. Tidak ada yang berubah denganku dan Nadya. Perasaan ini masih sama, bahkan semakin kuat. Banyak hal yang aku hadapi selama itu. Masalah yang datang tiba – tiba, ataupun sebuah kesalahpahaman, bahkan sifat egoisku yang tidak kunjung hilang. Bagiku, dia perempuan yang kuat dan sabar. Dia tahu cara menghadapiku saat aku marah. Dia tahu, cara meredakan tangisku saat aku menyesal telah melukai perasaannya. Dia tahu segalanya tentang aku. Tapi aku masih belum bisa menemukan dirinya lewat kedua matanya yang tajam. Dia sangat misterius, walaupun kami sudah berhubungan lebih dari 3 tahun. Dia mampu mambaca tatapan mataku, sedangkan aku sangat sulit untuk melakukannya.

          Hingga suatu ketika, sebuah bencana besar memaksaku untuk merelakan kepergian Nadya. Sore itu, Nadya bilang akan menungguku di dermaga danau. Tempat yang selalu kami kunjungi setiap akhir pekan. Dia terus menungguku, padahal dia tahu aku masih berada di kantor. Dia sempat berkata, jika dia ingin menyebrangi danau, menuju pulau cinta yang berada ditengah danau. Pulau dengan legenda yang mampu mengelabui pikiran Nadya akan cinta sejati.

          “ Revan, kamu tahu. Satu hal yang belum pernah aku lakukan selama disini. Aku ingin perge ke pulau cinta itu. Aku ingin menemukan cinta sejatiku, sama seperti Dewi Rengganis yang akhirnya bertemu tambatan hatinya, setelah cinta tulusnya berhasil mengalahkan waktu.”

          “ Kamu percaya jika Dewi Rengganis benar – benar pernah hidup di dunia ini dan menemukan cinta sejatinya?” aku balik bertanya.

          “ Ya, aku percaya “. Jawabnya penuh keyakinan.

          “ Seatu saat, aku akan mengajakmu kesana. Dan aku akan menemukan cinta sejatiku,”

          “ Lantas aku?? “

          Dapat aku lihat senyum yang tersungging dibibirnya. “ Revan, dapatkah kamu membaca, jika cinta sejatiku adalah kamu ??. revan, sejak pertama bertemu, aku yakin, kamu adalah cinta sejatiku. Aku akan terus menunggumu, meskipun aku tak lagi disisimu. Aku akan terus ada dihatimu, bahkan hingga nafas terakhirku. Kau dengar, cinta sejatiku adalah kamu. Aku akan mengtakan pada dunia, jika cinta kita sejati. “

          Aku menatap kedua matanya. Sebuah keyakinan yang nyata dapat aku baca. Juga senyumnya yang tidak mudah aku lupakan.

          “ Aku berjanji akan membawamu ke pulau cinta itu “

          Tapi sore itupun yang memisahkanku dengan nadya. Saat menungguku di dermaga, tanpa diduga seorang laki – laki datang, mencapkan sebilah pisau diulu hati Nadya. Nadya tidak bisa diselamatkan karena kehilangan banyak darah. Aku terlambat menolongnya. Orang – orang menemukan Nadya dalam keadaan tidak bernyawa. Laki – laki tak dikenal yang membunuh Nadya tidak ditemukan. Dia hilang seperti ditelan bumi.

          Aku menyesal, karena belum sempat menepati janjiku. Janji yang entah kapan bisa aku laksanakan. Semenjak kematian Nadya, aku tidak lagi mengunjungi danau ini. Aku terlalu larut dalam kehilangan. Separuh jiwaku pergi. Aku hampir gila, andai saja aku tidak menyadari semua ini sudah menjadi kehendak Tuhan.

          Hampir satu bulan ini, aku kembali mengunjungi danau ini. Aura Nadya seakan membawaku kemari. Hari ini, aku akan menepati janjiku pada Nadya. Mengunjungi pulau cinta yang menjadi saksi bisa pertemuan Dewi Reangganis dengan pujaan hatinya.

          Siang mulai meredup. Awan bergerak cepat menutupi sinar matahari yang hendak menyinari danau saat perahu yang aku tumpangi merapat di dermaga pulau cinta.

          Aku takjub dibuatnya. Hamparan bunga mawar merah menutupi padang rumput di depan mataku. Wanginya mampu membuatku terbuai. Tanpa sadar aku memetiknya.

          “ Kamu tahu, kadang sesuatu yang tak masuk akal akan tejadi pada hidup kita. Begitupun cinta. Cinta itu perasaan yang tersembunyi, tapi mampu membuat kita terbuai karenanya. Bahkan cinta sejati yang entah datang dari mana. Tapi semua itu ada di dunia ini bukan ?? “

          Aku terkejut. Seorang perempuan tiba – tiba berdiri dibelakangku. Dia tersenyum padaku. Sebuah senyum yang taka sing lagi buatku. Senyum Nadya. Dan tatapan mata yang tajam. Tatapan mata Nadya. Dan wajah yang taka sing lagi untukku. Wajah manis Nadya.

          “ Oh ya, kenalin. Aku Nadya. Nadya Ratna Rengganis. Aku tinggal disini. Yah, untuk dua tahun inilah. He he  he. Kamu siapa? Pendatang baru atau hanya pengunjung? “

          Aku benar – benar terkejut. Nama itu tidak asing lagi untukku. Nama itu memang milik Nadya-ku. Tapi apa mungkin dia masih hidup. Bukankah dia sudah mati.

          “ Kok diem. Gak bisa ngomong yah?? Apa lagi sakit gigi. Huh, ya udahlah. Aku pergi dulu ya. Bye… “. Perempuan yang mengaku Nadya itu pergi.

          “ Nadya…” ucapku lirih. “ Hei…tunggu “. Perempuan itu berhenti dan berbalik arah. Aku berlari menghampirinya.

          «  Emmm… aku Revan. Aku pengunjung di pulau ini « 

          «  Aku sudah tahu. Kamu memang menepati janjimu Revan « 

          «  Maksud kamu. Kamu sebenarnya siapa ?? « . tanyaku heran.

          «  Kamu percaya cinta sejati ?? Kamu percaya pada Dewi Rengganis yang meneukan cinta sejatinya di pulau ini ?? itu aku Revan. Aku menunggumu, dengan cinta yang sama seperti dulu. Aku selalu menunggumu agar bisa bertemu denganmu kembali « 

          «  Nadya-ku ?? « 

          « Ya. Kamu benar. Aku Nadya-mu. Nadya yang masuk dalam perangkap tanpa batas. Nadya-mu yang percaya, jika cinta sejati itu ada di pulau ini. Dan itu adalah kamu “

          “ Tapi, kamu sudah…”

          “ Aku belum mati Revan. Tuhan memberiku kesempatan untuk ini “ Potong Nadya. “ Dan sekarang, aku sudah menemukan yang aku cari. Yaitu kamu. Ya, kamulah yang Tuhan takdirkan untukku.” Ucap Nadya dengan senyum mengembang diwajahnya.

          Ya. Aku merasakan Nadya-ku yang terlahir kembali. Aku menemukannya setelah aku terpuruk dalam rasa kehilangan. Cinta sejati memang benar – benar ada. Dan dia ada dihadapanku. Entah apa yang bisa aku lukiskan dihati ini. Yang jelas aku sangat bahagia. Karena aku menemukan Nadya-ku.


. . . . . . . .

          Sore itu pula, yang menjadi saksi, tenggelamnya perahu yang ditumpangi oleh empat penumpang yang hendak menyebrangi danau Situ Petengan. Semua penumpang tenggelam. Termasuk seorang laki – laki yang diketahui bernama Revan Anggara.


Karanglewas, 26 Maret 2013 21.17 WIB
untuk seseorang yang selalu kusebut dengan

“ CINTA “

Tidak ada komentar:

Posting Komentar